Selamat Jalan, Ketut Bimbo

Ketut Bimbo (alm.)

BELANTIKA musik pop Bali kehilangan satu nama besar lagi. Penyanyi Ketut Bimbo, mengembuskan nafas terakhir, Kamis (29/4) dini hari di rumahnya di desa Banyuatis, Buleleng. Penembang lagu “Buduh” ini akan dikremasi di Krematorium Yayasan Pelindung Umat Hindu (YPUH) Jl. Kalimantan, Singaraja, Jumat (30/4).

“Mohon dimaafkan kalau Bapak ada kesalahan terhadap teman-teman selama ini,” ujar putri almarhum kepada mybalimusic.com.

Sejak  10 tahun terakhir, Ketut Bimbo  lebih banyak beristirahat di kampung halamannya karena sempat sakit-sakitan. Namun demikian di kala senggang, ia memainkan keyboard dan menyanyi, bahkan sesekali juga berbagi aktivitasnya lewat media sosial. Dikabarkan kondisi Ketut Bimbo mulai drop setelah hari raya Kuningan lalu, hingga akhirnya meninggal Kamis dini hari.

Mengenang almarhum, berikut sepintas sepak terjang, perjalanan Ketut Bimbo di belantika musik pop Bali, sebagaimana pernah dituangkan oleh I Made Adnyana dalam buku “Kene Keto Musik Pop Bali”.

BERAWAL PENYIAR RADIO. Ketut Bimbo yang bernama asli Ketut Sudiasa awalnya berkiprah di musik dengan membuat lagu berbahasa Indonesia dan memainkannya sendiri dengan gitar bolong saat siaran di Radio Massachusets (sekarang radio Barong), di Singara ja.

Sejak  1973 cuap-cuap di radio, ia juga sempat siaran di Karangasem, lalu Denpasar. Ketertarikannya membuat lagu berbahasa Bali muncul saat bertugas di Karangasem, di mana ia sering kumpul dengan teman-teman dan jadi banyak melihat fenomena sosial yang menarik untuk diangkat sebagai lagu.

Nama Bimbo sendiri bisa ditebak, diambil dari nama grup musik nasional asal Bandung, yang digawangi musisi ber- saudara, Syam, Acil, dan Iin Parlina. Simpatik akan lagu- lagu Bimbo yang bertutur lugas soal kritik sosial dengan bahasa yang tertata rapi, jadilah Bimbo dipakai sebagai nama udara saat siaran. Setelah nama Ketut Bimbo populer tak hanya sebagai penyiar tetapi juga sebagai nama penyanyi lagu pop Bali, nama asli Ketut Sudiasa malah tak pernah dipakai. Menariknya, bahkan nama di akta lahir dan KTP pun kemudian berubah menjadi Ketut Bimbo.

MUSIKNYA GITAR BOLONG DAN SAPU LIDI. Lagu “Buduh” menjadi gebrakan pertamanya di belantika musik pop Bali. Meskipun lagu itu pertama kali direkam secara sangat sederhana menggunakan tape deck, hanya dengan instrumen gitar bolong dan sapu lidi.  Awalnya lagu ini dimainkan di TVRI Bali, kemudian ada yang menyarankan untuk dibawa ke Aneka Record, di Tabanan.

Hebatnya, satu album hanya direkam selama 7 jam saja, dari  sekira 17.00 wita hingga tengah malam. Walau begitu, album ini laris manis dan banyak diburu. Bahkan rekaman yang belum diisi label atau  belum ada sampul kasetnya, sudah laku dijual.

Sepanjang kariernya sebagai penyanyi yang membawakan sendiri lagu ciptaannya, Ketut Bimbo sudah menghasilkan belasan album rekaman. Rata-rata lagu yang dibawakan bertemakan kritik sosial atau  fenomena kehidupan sehari-hari seperti “Ngabut Keladi”, “Manis Nyakitin”, “Ubad Keneh”, “Korting 2 Bulan”, “Mebalih Wayang”.

Lirik lagu yang lugas, apa  adanya, begitulah karakter Ketut Bimbo apa adanya. Ia mengaku, kalau membuat lagu,  bahasanya tak pernah dibuat-buat, apa yang ada dalam hati, itulah yang ia keluarkan.Kesan kocak ditambah jahil atau  nyeleneh, tak jarang kemudian membuat lagu-lagu Bimbo dicap vulgar atau jaruh, berbau porno.

Soal anggapan itu, ia membantah kalau ia sengaja membuat lirik yang berkonotasi porno. Ia pun tak peduli orang mengatakan lagunya porno. Ia hanya ingin orang menyimak baik-baik, tentu ada alasan mengapa ia membuat lirik sedemikian rupa. Misalnya ketika ada lagu yang mengisahkan tentang kawin sama janda tak perlu repot belajar karena sudah berpengalaman.

Berpengalaman apa? Maksudnya berpengalaman dalam berumah tangga. Bukan dalam hal-hal lain yang mengarah ke masalah porno. Bagi Ketut Bimbo, penilaian porno atau tidak masalah persepsi saja.  Kalau persepsi awal sudah porno, ya pasti dikira ke sana arahnya.

TAK MERASA JADI ARTIS. Meskipun termasuk penyanyi papan atas dan banyak diidolakan pada masanya, Ketut Bimbo mengatakan sama sekali tak pernah merasa jadi artis. Tak ada yang berubah dalam pergaulannya. Tiang  sing bisa  masebeng tegeh (saya tidak bisa sok tinggi hati), katanya.

Begitupun kalau tampil manggung kemana saja,  ia lebih suka berpakai apa  adanya. Pernah satu ketika tampil di Nusa Penida, ia ditegur sponsor gara-gara nongkrong di warung. Pihak sponsor beranggapan karena Ketut Bim bo adalah artis yang sudah dikontrak, mestinya istirahat di hotel atau  penginapan. Dengan santai ia pun berkilah, kalau dilihat dari  surat kontrak, ia dikontrak untuk menyanyi, bukan dikontrak untuk masalah pergaulan. Jadi ia pun merasa tak salah jika berbaur dengan masyarakat dan penggemarnya.

Karena itu pula Ketut Bimbo yang mengaku sedari awal hanya ingin berkarya — tak pernah membayangkan bakal jadi populer — sepanjang kariernya tak pernah mematok tarif untuk manggung. Terlebih lagi  jika yang mengajak tampil adalah teman. Ia berprinsip, yang penting hati senang, dan penonton juga puas.

Ketut Bimbo lebih menempatkan pertemanan di atas segalanya. Baginya, jika sudah mematok tarif untuk main, berarti ia “dibeli”, bukan “menolong”. Justru karena sering “menolong” ia jadi  banyak punya teman. Dari ujung Karangasem sampai Gilimanuk, di mana-mana ia merasa punya banyak teman.

Karenanya, ia merasakan diri sebagai penyanyi yang termasuk idealis, hingga ia menjadi penyanyi kere, tak punya apa-apa, tapi dimana-mana ia pernah punya kawan. Kepuasan batinlah yang membuatnya senang dan betah menghibur orang banyak dengan lagu-lagunya.

Kalaupun kemudian banyak yang menyebutnya sebagai senior, sesepuh lagu pop Bali, atau  malah sebagai penyanyi lagu Bali legendaris, Ketut Bimbo  hanya tertawa kecil. Ia mengatakan biar ingin tidak seperti tokek, atau burung gagak yang menyebut nama sendiri, biarlah orang lain  yang menanggapi.

Kamis 29 April dini hari, Ketut Bimbo akhirnya meninggalkan keluarga, teman-teman dan penggemarnya untuk selama-lamanya. Kini ia tak “Buduh” lagi, karena sudah berangkat untuk perjalanan baru. (231)

About the author