
GRUP musik etnik yang menamakan dirinya Hung Siwer, akhirnya merilis karya sendiri. Belum lama ini, mereka memperkenalkan lagu sekaligus video klip untuk single pertama mereka yang berjudul “De Elah Aluh”. Lagu ciptaan Arya “Siwer” dan liriknya dibuat “Lusi Gayatri” ini menjadi rekaman pertama setelah empat tahun lebih terbentuk dan tampil di berbagai acara. Lewat lagu ini pula, mereka mengkampanyekan gerakan cinta dan menjaga lingkungan salah satunya dengan turut menjaga kebersihan sungai.
Menurut Arya, Ide menggarap lagu “De Elah Aluh” ini sudah muncul sejak saat ia masih mengabdi di DKP kota Denpasar. Selama hampir lima tahun pengabdian, ia kerap mensosialisasikan tentang jadwal pembuangan sampah, memungut sampah bersama dengan masyarakat dan petugas DKP lainnya. Dari sanalah muncul ide untuk membuat single ”De Elah Aluh” ini. Dalam prosesnya, rekaman dan pembuatan video klip mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak.
“Mengapa cukup lama baru merilis karya, ya bisa dikatakan selama itu kami masih mencoba mencari jati diri, sekaligus menentukan ciri khas untuk band kami. Kebetulan juga 2017 kami baru punya studio rekaman sendiri,” terang Arya yang bermain tingklik di grup ini.
Untuk lokasi suting, sengaja menggunakan latar belakang Pantai Karang dan Tukad Bindu. Alasannya sederhana saja, karena sungai adalah sumber kehidupan kita juga. “Dari sana kami ingin mengajak masyarakat untuk turut serta menjaga kebersihan lingkungan seperti sungai. Dengan media lewat lagu kita diingatkan selalu dengan kalimat de elah aluh ngutang lulu,” paparnya.
Sebelum mulai rencana penggarapan album pertengahan tahun depan, rencananya awal tahun 2018 Hung Siwer akan mengeluarkan satu single lagi, namun temanya gending rare. Menurut Arya, sebetulnya lagu-lagu untuk materi album sudah ada, namun mereka ingin mengeluarkannya secara pelan-pelan, satu per satu dulu. Misi besar mereka adalah membangkitkan lagi gending-gending rare. Sedangkan untuk single pertama yang dirilis, “De Elah Aluh”, tujuannya adalah pembetukan karakter untuk anak anak sejak dini.
Hung Siwer mulai digagas oleh Arya, dibentuk sejak 2013. Nama yang unik ini diambil dari suling atau seruling. Karena tanpa siwer, suling Bali khususnya tidak akan bisa bersuara merdu sebagaimana biasanya. “Meniru filosofi ini pula, saya ingin mengajak teman-teman menjaga ikatan bersama untuk berkreativitas di bidang musik dengan cara menurukan ego kita masing masing,” demikian Arya.
Saat ini Hung Siwer didukung formasi Kanya (vokal), Agi (suling), Lusi (gitar ritem), Suyadnya (gitar melodi), Pusmaya (bass), Gatot (cajon), Arya dan Ace (tingklik). Kedelapan personel ini bisa bergabung karena informasi dari teman ke teman, hingga menjadi teman satu band. Sekalipun memainkan perpaduan instrumen tradisional dan modern seperti beberapa grup band etnik lainnya, bahkan tak dimungkiri ada pengaruh juga, namun Arya menjelaskan ada perbedaan mendasar dari Hung Siwer, yakni memakai gitar elektrik untuk isian melodinya. Selain itu mereka juga bereksplorasi dalam memainkan musik etnik, yang selama ini cenderung identik dengan lambat atau musik slow.
Sebagai band yang baru mulai menapak dunia rekaman, diakui tantangan yang dihadapi Hung Siwer tentu saja sangatlah banyak. Bagaimana caranya untuk berkarya agar bisa diterima di masyarakat. Selain itu karya yang disodorkan juga ada nilai edukasi dari anak anak sejak dini hingga orang dewasa. Seperti single yang baru diluncurkan, “De Elah Aluh”. (231)