Dari Post Hardcore ke Lagu Berbahasa Bali

Story
D’Story

LAGU berbahasa Bali tak hanya memiliki jumlah penggemar yang banyak, namun juga senantiasa “menggoda” banyak pelaku musik untuk mencoba berkarya di dalamnya. Ketertarikan dan ingin mencoba itu pula yang dialami D’Story, grup band yang baru saja meluncurkan single dan video klip lagu Bali berjudul “Dumadak Adi Setata Makenyem”.

“Target kami, setelah single dan video klip ini kami akan menggarap album pertama, astungkara bisa rilis bulan November atau Desember tahun ini,” ujar Rama, vokalis D’Story.

Lagu “Dumadak Adi Setata Makenyem” mengisahkan cinta segitiga, di mana seorang cowok menjadi selingkuhan seorang cewek, yang sangat disayang dan dicintai. Ketika mengetahui sang pacar akan menikah, rasa benci, marah, dan sakit hati melanda. Namun si cowok mencoba untuk ikhlas dan hanya bisa mendoakan agar si cewek selalu tersenyum dan bahagia dengan pilihannya.

Ada yang menarik, D’Story yang secara resmi baru dibentuk 24 Januari 2017 lalu, ternyata awalnya band indie dengan genre post hardcore, namun sempat vakum karena kesibukan personel. Dalam masa vakum itulah mereka mencoba membuat karya-karya dalam bahasa Bali, dan sempat dibawakan saat tampil di sejumlah acara. Karena respon yang cukup bagus, mereka pun memutuskan untuk membentuk D’Story dengan personel Rama (vokal), Angga (lead guitar), Mang Sayang (rhytm guitar), Yanick (bass), dan Agus (drum).

Meski banyak grup band yang memainkan lagu berbahasa Bali, D’Story tetap yakin ada satu dua hal pembeda yang membuat mereka layak dilirik. Selain soal aransemen musik, D’Sory memainkan musik rock namun lirik lagunya menggunakan bahasa Bali yang ringan yang mudah dimengerti semua kalangan.

Menurut Rama, pemilihan nama D’Story juga ada pertimbangannya. “D’story kami maknai sebagai cerita dalam hidup. Kami banyak memiliki cerita antar personel, kisah dalam hidup. Lagu-lagu kami juga merupakan cerita dan kisah nyata, baik itu cinta ataupun kehidupan sosial para personil. Harapan kami, D’story juga bisa memiliki arti dan menjadi cerita tersendiri bagi penikmat musik Bali,” harap Rama. (231)

About the author